Selayang Pandang Paguyuban Catur Sagotra Nusantara
Menelusur sejarah Paguyuban Catur Sagotra Nusantara tentunya tak dapat dilepaskan dari para penggagasnya yaitu empat penguasa swapraja Jawa yang merupakan penerus Dinasti Mataram Islam yaitu:

- Alm. Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Susuhunan Pakoe Boewono XII
- Alm. Ngarsa Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX
- Alm. Sampeyan Dalem K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII.
- Alm. Sampeyan Dalem K.G.P.A.A. Paku Alam VIII
Ketika pertama kali digagas sekitar dekade tahun 1970-1980an, Catur Sagotra merupakan wadah silaturahmi dan komunikasi empat keraton di Jawa yang merupakan keturunan Dinasti Mataram Islam, dengan agenda tetap tahunan berupa pameran dan pentas kesenian setiap perayaan Sekaten.

Di era 1990-an, ketika Alm. Bpk. Joop Ave menjabat sebagai Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi, Catur Sagotra dijadikan sebagai embrio bagi penyelenggaraan Festival Keraton yang masuk dalam program Visit Indonesia Year. Dalam perjalanan, Festival Keraton berkembang semakin besar cakupan dan kegiatannya. Namun, di sisi lain, esensi yang kian memudar dan kualitas yang kian menurun, membuat Catur Sagotra turut tersisih.
Tahun 2004, Ingkang Sinuwun Kangjeng Susuhunan Pakoe Boewono XII menyampaikan amanah kepada Ibu Nani Soedarsono untuk dapat menghimpun sebanyak mungkin para kerabat keempat keraton tersebut untuk bersatu dalam simpul budaya tradisi. Amanah tersebut disampaikan melalui para utusan Dalem yang terdiri atas Alm. K.G.Pnb. Haryo Mataram, K.G.P.H. Hadiprabowo, G.B.P.H. Yudhaningrat, K.P.H. Indrokusumo, dan menyusul kemudian Alm. G.P.H. Herwasto Kusumo.
Realisasi dari amanah tersebut baru dapat diwujudkan pada tahun 2006 setelah Ibu Nani Soedarsono menerima anugerah berupa kalenggahan dengan gelar dan nama Kangjeng Raden Ayu Adipati Sedhahmirah dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Kemudian, dibentuklah panitia perintis untuk memobilisasi para kerabat empat keraton. Para panitia perintis tersebut adalah:
- K.R.Ay. Sekar Ayu Mien Sugandhi
- Alm. K.P.H. Giri Suseno Hadihardjono
- R.Ay. Ismardewi Benowo
- K.R.Ay. Tinul Wiryohadiningrat
- K.P.H. Yuwono Kolopaking
- K.P.H. Piet Wiryawan Adhi Mangkurat
- G.B.P.H. Yudhaningrat
- K.P.H. Hari Sulistyono Sosronegoro
- Alm. K.R.A. Supriyadi
- R.M. Heru Sasongko Hardjoloekito
- Bpk. Murdokusumo
Berturut-turut pada tahun 2007 dan 2009, Panitia Perintis Catur Sagotra berhasil menyelenggarakan silaturahmi akbar untuk menghimpun semakin banyak kerabat keempat keraton. Di akhir 2009, Alm. K.G.Pnb. Haryo Mataram meminta agar Paguyuban Catur Sagotra segera dilegalisasi dengan akta notaris. Permintaan ini baru berhasil terwujud ketika pada tanggal 28 April 2012 akta notaris pun terbit.
Setelah dikukuhkan pada 12 Mei 2013 lalu, Paguyuban Catur Sagotra Nusantara kian mantap dalam menjalankan visi-misinya sebagai wadah silaturahmi bagi kerabat keraton Nusantara dan juga berkarya nyata di jalur edukasi dan sosialisasi budaya tradisi sebagai bagian dari kekayaan budaya Nasional yang harus terus dijaga eksistensinya.
Pada tanggal 21-25 September 2014, sebagai wujud nyata dalam mensosialisasikan visi dan misinya kepada masyarakat, Paguyuban Catur Sagotra Nusantara menggelar sebuah pameran Wastra Adat Keraton Dalam Tradisi Pernikahan bekerja sama dengan Museum Tekstil Jakarta, yang mengangkat wastra adat keraton sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa yang tinggi nilai dan maknanya. Terlebih lagi, wastra adat yang dipamerkan tersebut diigelar menjadi satu kemasan edukasi budaya yang demikian menarik dan penting bagi masyarakat secara umum, dan para pecinta serta pemerhati seni budaya tradisi. Selain pameran wastra, diselenggarakan pula kegiatan Talkshow tentang wastra adat keraton dan kaitannya dalam tradisi pernikahan, peragaan busana adat pernikahan masing-masing Keraton dan lain-lain.
Pada tanggal 11 Mei 2016, Paguyuban Catur Sagotra Nusantara menyelenggarakan pergelaran besar dalam rangka HUT ke-III yang dikemas dalam format festival Langen Beksa Adilihung Keraton Nusantara. Pergelaran ini menampilkan tarian “pusaka” masing-masing keraton, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran, Pura Pakualaman serta Puri Agung Karangasem Bali yang diselenggarakan di Gedung Kesenian Jakarta. Sukses besar serta antusias dan apresiasi masyarakat terhadap festival ini sungguh luar biasa, hal inilah yang mendorong diselenggarakan kembali festival Langen Beksa Adilihung Keraton Nusantara pada tahun 2017 ini.Untuk masa yang akan datang semoga Catur Sagotra Nusantara semakin kokoh dan mempresentasikan ekspresi budaya adiluhung keraton yang beraneka ragam. Marilah kita selalu berharap dan berdoa agar perjalanan Paguyuban Catur Sagotra Nusantara di masa-masa mendatang selalu sukses dalam partisipasinya untuk mempertinggi peradaban bangsa
Hakikat Catur Sagotra Nusantara
Catur Sagotra Nusantara merupakan simbiose dari Trah Agung Mataram yang menunjukkan benang merah peradaban Kerajaan Nusantara berabad-abad yang Ialu, sampai akhirnya berdirilah NKRI.

Republik Indonesia adalah bangsa yang besar, wilayahnya terben¬tang dari Sabang sampai Merauke. NKRI tercipta dari suatu perjalanan panjang sejarah bangsa selama berabad-abad, timbul tenggelam dari kerajaan ke kerajaan dalam upaya membesarkan kehidupan bangsanya. Pasang surut kerajaan-kerajaan yang pernah berjaya dan mencapai puncak kebudayaan yang unggul seperti kerajaan: Mataram Kuno, Sriwijaya, Singasari, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, dll. Pasang surut tersebut tidak saja dikarenakan konflik intern di kerajaan itu sendiri namun juga karena masuknya bangsa dari belahan dunia lain yang datang untuk mendapatkan kebutuhan mereka seperti rempah-rempah yang banyak tumbuh di wilayah nusantara. Untuk menjamin tersedianya rempah-rempah yang sangat mereka butuhkan, mereka menciptakan sistem monopoli tata niaga rempah-rempah yang lama kelamaan berkembang menjadi penjajahan yang mengusik tatanan kerajaan di nusantara. Penjajahan itu banyak menimbulkan pertentangan yang merembet menjadi perpecahan bangsa.

Bangsa Asli Nusantara pernah dipimpin oleh kerajaan-kerajaan yang secara turun temurun oleh bangsa asli sendiri yang sekarang dinamakan Bangsa Indonesia. Bangsa asli ini setiap mengadakan sentuhan budaya dengan bangsa Iain selalu membawa perubahan baik dalam sistem religi, ekonomi, politik dan sosial budaya. Setiap pengaruh dari luar akan membawa perubahan dalam pola pikir, sikap dan perilaku, tetapi kita tetap memiliki identitas dan jatidiri kita sebagai bangsa Nusantara, walaupun ada asimilasi dan akulturasi dari berbagai kebudayaan dari berbagai belahan dunia yang akan berdampak membawa perubahan pada kebudayaan asli Indonesia. Perubahan itu berdampak pada kemajuan tata nilai kehidupan yang bisa merugikan atau juga menguntungkan.
Kita terima perubahan sebagai sejarah panjang kebudayaan bangsa, tanpa harus menghujat kepada orang-orang tua kita yang telah mendahului kita dan telah pula mewariskan kebudayaan itu pada keturunannya sebagai bangsa yang sekarang ini apa adanya. Nenek moyang kita telah menghantarkan bangsa ini sesuai dengan apa yang terbaik pada jamannya, begitu seterusnya. Yang penting kita harus bersikap menghormati nenek moyang kita, bukan menghujat nenek moyang kita. Kalau toh konsep nenek moyang kita terdahulu tidak cocok dengan keadaan sekarang, kita ubah menjadi konsep atau pandangan baru tanpa harus menghujat orang tua kita, karena setiap zaman akan hadir pemimpin-pemimpin dan putra-putra yang terbaik yang mampu menyelesaikan problem yang dihadapi dengan pandangan yang diang¬gap paling benar pada waktu itu. Hal itu akan selalu berulang dan berulang untuk masa-masa yang akan datang.

Bila kita angkat sejarah kebudayaan dan sejarah bangsa yang beraneka ragam ini, negara yang kaya dan indah karena memiliki kandungan sumber alam seperti hasil tambang dan mineral serta ragam hayati berupa hewan dan tumbuh-tumbuhan yang membentang di Khatulistiwa. Tanah dan Lautan kita yang kaya sehingga bangsa kita tidak pernah lepas dari perhatian dan pengaruh bangsa lain yang membutuhkan kekayaan bangsa kita ini.
Meskipun kita sadar bahwa pengaruh bangsa luar seperti mo¬dernisasi dalam politik, ekonomi dan budaya, namun kita yakin akan tetap mempertahankan identitas bangsa kita. Kita terima hasil akulturasi dan pengaruh modernisasi namun nilai identitas terdalam tetap kita pertahankan. Bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, suka menolong, musyawarah untuk mufakat sebagai bentuk Demokrasi. Walaupun kita dalam ancaman kehidupan yang serba individualism, materialism dan kapitalisme. Berteriak untuk memenuhi hajat dan keperluaannya, bertengkar berolok-olok, menghujat untuk tujuan tertentu. Namun di lubuk hati kita masing-masing kita percaya bahwa watak dasar bangsa kita adalah sopan santun, menghormat sesama. Identitas bangsa kita yang memiliki sejarah yang panjang akan tetap menghormati nenek moyang, walau kita sadar bahwa setiap ada perubahan waktu kita butuh pula dinamika dalam pandangan hidup.
Sesungguhnya kita wajib mendalami keadaan tanah air kita yang kaya raya ini, yang terbentang tanah dan air yang yang luas dan dalam, penuh dengan kehidupan yang wajib kita pelihara bukan untuk segelintir orang tetapi untuk seluruh kehidupan bangsa. Kita dalami sejarah kebudayaan asli bangsa yang telah menghantarkan bangsa ini pada berabad-abad to be exist seperti sekarang ini. Karena itu perlu kita gali, kita lestarikan dan kita tampilkan sebagai kekayaan budaya bangsa. Bukan untuk mengangkat kembali feodalisme karena sudah tidak relevan lagi untuk bangsa.

Demikian pula kapitalisme dan radikalisme sudah tidak sesuai lagi dengan rasa kebangsaan kita. Kita cinta damai, cinta kebersamaan. Kita angkat kekayaan bangsa dari atas sampai ke bawah, yang ada di bawah kita angkat ke atas. Artinya situs-situs kerajaan terdahulu, tradisi-tradisi leluhur yang hampir punah kita angkat sebagai identitas diri bangsa, bahwa bangsa kita yang Bhinneka Tunggal Ika terdiri dari berbagai nilai budaya yang berbeda tetapi menyatu di dalam satu negara. Tiap jengkal kelompok bangsa secara rutin melakukan tradisi dan ritual yang tidak saja mempererat hubungan antar manusia, tetapi hubungan manusia dengan Tuhan dan juga hubungan manusia dengan alam dan lingkungan. Yang bisa menjamin dan menjadi sumber kelangsungan hidup keyakinan serta tata nilai dari masyarakat budayanya. Semua itu harus kita angkat kembali sebagai kekayaan identitas bangsa.
Catur Sagotra Nusantara sebagai kelanjutan amanat (alm.) S1SKS. Paku Buwono XII untuk mengkoordiniir kembali empat keraton dalam wadah Catur Sagotra yang telah ditetapkan oleh:
- SISKS. Paku Buwono XII
- Ng.DS1SKS. Hamengku Buwono IX
- KGPAA. Paku Alam VIII
- KGPAA. Mangku Nagoro VIII
Agar mengenang kembali kebesaran ne-gara kita, bukan menghidupkan kembali faodalisme tetapi menunjukkan benang merah perjalanan bangsa. Itulah yang dinamakan heritage bangsa, bukan heritage benda tetapi living heritage yang mengandung nilai-nilai yang patut kita dalami sebagai sumber identitas bangsa kita.
Harga diri dan identitas bangsa kita telah tercabik-cabik karena penjajahan Belanda selama 350 tahun. Hal ini membuat kita menjadi bangsa yang diklasifikasikan sebagai bangsa yang gagal dan miskin di atas tanah air yang kaya dan makmur. Ini adalah ironi. Kalau kita simak bangsa kita ini bukan sebagai bangsa yang buta huruf, miskin atau bodoh. Kita bisa buktikan dengan banyaknya naskah-naskah dengan huruf Sanskerta, Jawa, Batak, Sasak, Bali, dll. yang menunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang pintar dan bijak.
Salah satu peristiwa sejarah yang menghancurkan secara tersistem kehidupan kita yaitu Perjanjian Giyanti. Suatu malapetaka bagaikan kiamat yang terjadi terhadap bangsa kita. Mulai saat itu habislah kekuatan pimpinan bangsa kita. Catur Sagotra bermaksud untuk mengingatkan kembali kita bahwa kita adalah trah agung atau keturunan bangsa yang besar. Bangsa kita adalah bangsa pemberani yang pernah menguasai daerah di luar Nusantara.
Kita sempat mengadakan kerjasama dengan negara di Asia seperti China, Thailand, dll. Semua ini menjadi pertanda bahwa kita adalah keturunan bangsa yang besar. Kita harus mengenal sejarah besar bangsa agar mampu menghargai bangsa sendiri selain sebagai modal dan panutan dalam bertindak sebagai penerus perjuangan bangsa. Kita tetap menghargai kebijakan negara dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, tetapi kita tetap bertahan bahwa jatidiri kita sebagai bangsa yang besar harus tetap eksis. Kita kembalikan jiwa watak dan patriot bangsa seperti pahlawan di Jaman Majapahit, Demak, Mataram, Pejuang 45, dst. Pasang surut bangsa harus kita hadapi dengan kebesaran jiwa tanpa mengurangi semangat untuk maju.
Walau kita sering diolok-olok sebagai fbangsa tempe’ atau lbangsa hodoh’ dan lain-lain tetapi jiwa harus tetap menyala untuk membangun bangsa yang kuat dan sebagai penerus tokoh seperti: Gajah Mada, Sultan Ar,ung, Diponegoro, Sinuhun Paku Buwono X, Soekarno, Ngarsadalem I lamengku Buwono IX, dan lain-lain. Kita kembalikan jiwa kepahlawanan bangsa kita untuk bangkit nienghadapi nilai-nilai global, jangan sampai meninggalkan budaya kita ..ebagai jati diri bangsa.
Catur Sagotra Nusantara didirikan oleh empat keraton yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran, dan Pura Pakualaman, namun bukan berarti hanya empat keraton saja anggotanya. Nama “catur” tetap dipertahankan sebagai fondasi atau pendiri. Hakekatnya Catur Sagotra lebih merupakan sebuah konsep gerakan budaya. Catur artinya empat, gatra adalah butir misi utama CSN yaitu Persatuan, Penggalian, Pelestarian, dan Pemanfaatan budaya keraton berupa kearifan local, nilai luhur, falsafah yang meliputi berbagai aspek dan ekspresi budaya keraton seperti: wastra, seni pertunjukan, pranata/adat-istiadat, sastra, pusaka, tari, musik, kuliner, ritual, bahasa (III. Selain wujud budaya nir benda (intangible) kami juga peduli pada pelestarian wujud fisik (tangible) budaya keraton seperti bangunan, arca, benda pusaka, regalia upacara dll. Semua itu mencerminkan warna pluralisme namun dalam bingkai Bhineka Tunggal 1ka.
Semua anggota bersepakat untuk terus mengajak keraton-keraton Nusantara dengan sejarahnya untuk ikut bergabung dalam Paguyuban ini. Terutama karena hubungan cikal bakal sebagai suku bangsa Austronesia. Dalam pameran Wastra yang laiu ditampilkan sebuah batik dengan motif Kapal Hong yang mengingatkan kita pada kapal Gajahmada yang melakukan perjalanan perantauan sampai Madagaskar bahkan selat Suez. Kapal Hong yang mengangkut rempah-rempah yang merupakan komoditi penting yang sangat diperebutkan oleh banyak bangsa, sekaligus melakukan asimilasi budaya Nusantara kepada bangsa-bangsa yang disinggahinya. Motif batik Kapal Hong itu menjadi ins-pirasi bahwa Paguyuban Catur Sagotra yang mempunyai misi untuk menautkan budaya yang berserak sebagaimana Gajahmada mempersatukan Nusantara.
Catur Sagotra akan menghimpun seluruh kerabat yang berserakan di seluruh dunia karena hubungan sejarah sebagai keturunan rumpun Austronesia. Semua cita-cita dan tujuan mulia akan berhasil jika dilakukan dengan perjuangan dan doa, seperti yang tersirat dalam motif batik Bratajaya.
Tari Catur Sagotra Tari Catur Sagotra diciptakan oleh Bapak Drs. Sulistyo Tirtokusumo, MM dengan busana yang dikreasi dengan sentuhan klasik oleh Alm. Iwan Tirta. Tari Srimpi Catur Sagotra ini dengan seijin penciptanya telah dijadikan sebagai Tari Kebesaran pada acara-acara resmi Catur Sagotra. Tari Srimpi Catur Sagotra berangkat dari ide bahwa Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopati dalam perkembangan sejarahnya terbagi menjadi empat keraton, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan yogyakarta, Pura Mangkunegaran, dan Pura Pakualaman.
Dari sisi kebudayaan ke empat keraton tersebut memiliki dan mengembangkan adat dan tradisinya masing-masing yang berdampak memperkaya ciri keragaman budaya Nusantara. Tarian ini mencoba menggabungkan gaya tari dan gending dari empat keraton yang sebenarnya berasal dari satu dinasti, sekaligus sebagai gambaran spirit persatuan mereka.